NAMA :BAMBANG JULIYANTO
KELAS :3PA06
NPM :11512361
Analisis
Transaksional (Berne)
Teori Analisis Transaksional dikembangkan oleh Eric
Berne pada tahun 1960 yang menjelaskan perlunya memahami diri agar dapat
membina hubungan baik dengan sesama manusia merupakan masalah yang mendasar .
Analisis transaksional mengkaji secara mendalam tentang proses transaksi
pesan-pesan diantara para peserta komunikasi ,karena dalamkominikasi antar
persona terdapat proses dialogis pesan diantara orang-orang yang terlibat
.Teori ini menjelaskan bahwa setiap individu memiliki tiga macam ego ,yaitu :
-
Ego orang tua
-
Ego orang dewasa
-
Ego anak-anak
Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu
pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat
dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan
kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan.
Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh
klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan
yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk
membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
KONSEP-KONSEP
UTAMA
Konsep Dasar Pandangan tentang sikap manusia
Analisis Transaksional berakar dalam suatu filsafat
anti deterministik yang memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang
sudah ditentukan. Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan
bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat
memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah
pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai
kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya.
Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran
dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi, yang
dipertukarkan adalah pesan pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis
transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam proses
transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang
dipertukarkan).
Perwakilan Ego
Dalam diri setiap manusia, seperti dikutip Collins
(1983), memiliki tiga status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orang
tua (Parent= P. exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan
ego anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang
(baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua). AT menggunakan suatu sistem terapi
yang berlamdaskan pada teori kepribadian yang menggunakan pola perwakilan ego
yang erpisah; orang tua, orang dewasa, dan anak. Menurut corey (1988), bahwa
ego orang tua adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang
tua atau subtitusi orang tua. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita,
maka apa yang dibayangkan adalah perasaan-perasaan orang tua kita dalam suatu
situasi, atau kita merasa dan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang
sama dengan perasaaan dan tindakan orang tua kita terhadap diri kita. Ego orang
tua berisi perintah-perintah “harus” dan “semestinya”. Orang tua dalam diri
kita bisa “orang tua pelindung” atau orang tua pengkritik”.
Ego orang
dewasa adalah pengolah data dan informasi., adalah bagian objektif dari
kepribadian, juga menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang
sedang terjadi. Dia tidak emosional dan meghakimi, tetapi menangani fakta-fakta
dan kenyataan ekternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa
menghasilkan pemecahan yang paling baik untuk masalah-masalah tertentu.
Selanjutnya, ego anak berisi perasaan-perasaan,
dorongan dan tindakan yang bersifat spontan, “anak” yang berada dalam diri kita
bisa berupa “anak alamiah,” adalah anak yang impulsif, tak terlatih, spontan,
dan ekspresif. Dia adalah bagian dari ego anak yang intuitif. Ada juga berupa
“anak disesuiakan,” yaitu merupakan modifikasi-modifikasi yang dihasilkan oleh
pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan, dan ketepatan-ketepatan
tentang bagaimana caranya memperoleh perhatian.
Tujuan
Terapi
Tujuan utama dari AT adalah membantu klien dalam
membuat keputusan-keputusan baru yang berhubungan tingkah lakunya saat ini dan
arah hidupnya. Sedangkan sasarnya adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa
kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh ketusan awal mengenai
posisi hidupnya serta pilihan terhadap cara-cara hidup yang stagnan dan
deterministik. Menurut Berne (1964) dalam Corey (1988) bahwa tujuan dari AT
adalah pencapaian otonom yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga
karakteristik; kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
Penekanan terapi adalah menggantikan gaya hidup yang
ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang
menyalahkan diri dan gaya hidup otonom ditandai dengan kesadaran spontanitas
dan keakraban. Menurut Haris (19967) yang dikutip dalam Corey (1988) tujuan
pemberian treatment adalah menyembuhkan gejala yang timbul dan metode treatment
adalah membebaskan ego Orang Dewasa sehingga bisa mengalami kebebasan memilih
dan penciptaan pilihan-pilihan baru atas pengaruh masa lampau yang membatasi.
Tujuan terapeutik, dicapai dengan mengajarkan kepada klien dasar-dasar ego
Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Para klien dalam setting kelompok
itu belajar bagaimana menyadari dan menjabarkan ketiga ego selama ego-ego
tersebut muncul dalam transaksi-transaksi kelompok.
Fungsi
dan Peran Terapis
Harris (1967) yang dikutip dalam Corey (1988)
memberikan gambaran peran terapis, seperti seorang guru, pelatih atau nara
sumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis
menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional,
analisis skenario, dan analisis permainan. Selanjutnya menurut Corey (1988),
peran terapis yaitu membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau
yang merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal tertentu,
mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang
telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang mungkin akan
dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih
realistis dan mencari alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih
otonom.
Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan
klien, menunjuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien
sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan
pengetahuannya untuk mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak
spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari
klien agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang
Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat
keputusan-keputusan baru.
Hubungan
Konselor Dengan Klien
Pelaksanaan terapi AT beradasarkan kontrak, kontrak
tersebut menjelaskan keinginan klien untuk berubah, di dalam kontrak berisi
kesepakatan-kesepakatan yang spesifik, jelas, dan ringkas. Kontrak menyatakan
apa yang dilakukan oleh klien, bagaimana klien melangkah ke arah tujuan-tujuan
yang telah ditetapkannya dan kapan kontrak tersebut akan berakhir. Kontrak
dapat diperpanjang, konselor akan mendukung dan bekerja sesuai kontrak yang
telah menjadi kesepakatan bersama. Pentingnya keberadaan kontrak, karena
umumnya dalam terapi, klien seringkali keluar dari kesepakatan awal.
Menyimpang, cenderung memunculkan masalah-masalah baru, bersikap pasif, dan
dependen akibatnya proses penyembuhan membutuhkan tambahan waktu. Dengan adanya
kontrak maka kewajiban tanggungjawab bagi klien semakin jelas, membuat usaha
klien untuk tidak keluar pada kesepakatan dan komitmen untuk penyembuhan tetap
menjadi perhatian, maka klien menjadi fokus pada tujuan-tujuan sehingga proses
penyembuhan akan semakin cepat.
Maksud dari kontrak lebih spesifik, yaitu
menyepakati cara-cara yang sesungguhnya digunakan dalam terapi yang disesuikan
dengan kebutuhan klien dengan memperhatikan apakah untuk individu atau
kelompok.
Contoh dalam kontrak, misalnya klien membutuhkan
hubungan yang harmonis dan bermakna dengan orang lain, kemudian dia berkata,
“Saya merasa kesepian dan saya ingin lebih memiliki hubungan yang harmonis
dengan para kerabat”. Maka, kontrak yang dibuat harus mencakup latihan yang
spesifik dengan mengerjakan tugas oleh kliean agar dia memiliki kepercayaan
diri untuk berhubungan secara harmonis dan bermakna. Bagaimana dengan klien
yang bingung menentukan apa yang menjadi keinginannya? Selanjutnya untuk
membuat kontrak pun akan sulit, Corey (1988) memberikan solusi, bagi mereka
yang seperti itu disarankan untuk memulai dan menetapkan kontrak jangka pendek
atau kontrak yang lebih mudah dengan berkonsultasi tidak terlalu lama diyakini
kontrak akan bisa ditetapkan. Perlu dipahami bahwa kontrak buka tujuan,
melainkan sebagai alat untuk membantu klien untuk dapat menerima tanggunjawab
agar lebih aktif dan otonom.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh konselor
ketika membangun hubungan dengan klien; Pertama, tidak ada kesenjangan
pemahaman antara klien dan konselor yang tidak dapat jembatani. Kedua, klien
memiliki hak-hak yang sama dan penuh dalam terapi, artinya klien memiliki hak
untuk menyimpan atau tidak mengungkapkan sesuatu yang dianggap rahasia. Ketiga,
kontrak memperkecil perbedaan status dan menekankan persamaan di antara
konselor dan klien.
Teknik
dan Prosedur Terapi
Untuk melakukan terapi dengan pendekatan AT menurut
Haris dalam Corey (1988) treatment individu-individu dalam kelompok adalah
memilih analisis-analisis transaksional, menurutnya fase permualaan AT sebagai
suatu proses mengajar dan belajar serta meletakan pada peran didaktik terapis
kelompok. Konsep-konsep AT beserta tekniknya sangat relevan diterapkan pada
situasi kelompok, meskipun demikian penerapan pada individu juga dianggap boleh
dilakukan. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh, bila digunakan dengan
pendekatan kelompok. Pertama, berbagai ego Orang Tua mewujudkan dirinya dalam
transaksi-transaksi bisa diamati. Kedua, karakteristik-karakteristik ego anak
pada masing-masing individu di kelompok bisa dialami. Ketiga, individu dapat
mengalami dalam suatu lingkungan yang bersifat alamiah, yang ditandai oleh
keterlibatan orang lain. Keempat, konfrontasi permainan yang timbal-balik dapat
muncul secara wajar. Kelima, para klien bergerak dan membaik lebih cepat dalam
treatment kelompok.
Prosedur pada AT dikombinasikan dengan terapi Gestalt,
seperti yang dikemukakan oleh James dan Jongeward (1971) dalam Corey (1988) dia
menggabungkan konsep dan prosedur AT dengan eksperimen Gestalt, dengan
kombinasi tersebut hasil yang diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai
kesadaran diri dan otonom. Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan
diterapkan dalam AT, yaitu;
a. Analisis struktural, para klien akan belajar
bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu klien untuk
mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu klien untuk
menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya,
sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
b. Metode-metode didaktik, AT menekankan pada domain
kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
c. Analisis transaksional, adalah penjabaran dari
yang dilakukan orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi
diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka,
dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi
yaitu; komplementer, menyilang, dan terselubung.
Permainan peran, prosedur-prosedur AT dikombinasikan
dengan teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi
permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota kelompok
memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota
lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota tersebut. Bentuk permainan yang
lain adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari ego Orang Tua yang
konstan.
Analisis upacara, hiburan, dan permainan, AT
meliputi pengenalan terhadap upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang
digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi
diskusi dan pemeriksaan karena merefleksikan keputusan tentang bagaimana
menjalankan transaksi dengan orang laindan memperoleh perhatian.
Analisa skenario, kekurangan otonomi berhubungan
dengan keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang ditetapkan
pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia sebagaimana
terlihat dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya. Skenario
kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi sangat mirip
dengan pementasan sandiwara.
sumber :
http://go2psychology.blogspot.com/2012/01/analisis-transaksional.html
http://nuraminsaleh.blogspot.com/2013/01/teori-analisis-transaksional-eric-berne.html
Komentar
Posting Komentar